Sabtu, 27 November 2010

Trust dan Solidaritas


Mentalitas sosial ditandai dengan menonjolnya trust (kepercayaan) dan solidaritas. Keduanya adalah unsur pengikat dan penjalin integrasi sosial. Trust adalah harapan, tingkahlaku jujur dan kerjasama yang muncul dalam sebuah komunitas tempat hidup sehari-hari dan didasari oleh norma bersama (Fukuyama, 1996). Norma-norma itu dapat berkenaan dengan nilai yang mendalam tentang hakikat Tuhan atau keadilan, tetapi bisa juga mengenai norma sekular seperti standar profesional dan panduang bertingkahlaku.

Percaya pada diri sendiri mensyaratkan kepercayaan kepada orang lain sebab seseorang selalu mengidentifikasi dirinya dalam kehidupan bersama; selalu membutuhkan dan belajar dari orang lain. Tak ada diri yang terisolasi sebab keberadaan manusia selalu merupakan keberadaan bersama manusia lain. Dunia manusia adalah dunia bersama. Percaya pada diri sendiri berarti percaya bahwa orang dapat menjadi dirinya sendiri karena orang lain akan selalu bersama membantu; bahwa kita tak pernah sendirian menjalani hidup ini dan orang-orang hadir bersama sebagai mitra.

Solidaritas diartikan sebagai proses pengambilan tanggungjawab hubungan kita dengan orang lain secara aktif dengan cara mengedepankan keragaman, otonomi, kerjasama, komunikasi, dan berbagi daya (Miller, 2004). Dalam solidaritas ada proses kolektif untuk aktif mengambil tanggungjawab terhadap hubungan antar anggota dalam kebersamaan. Ketika orang-orang mempraktekkan solidaritas, mereka mengenali bahwa nasib mereka terpaut dengan nasib orang lain.

Melalui solidaritas orang mengenali keragaman, otonomi, daya, dan martabat orang lain. Orang memahami perjuangannya untuk bebas dan penuh kegembiraan tidak terpisah atau berjarak dengan orang lain. Solidaritas berperan sebagai sebuah praktek etis dari perjuangan bersama. Solidaritas merupakan praktek pengasuhan berbagai nilai yang saling berkaitan bersama-sama dengan sesama manusia dalam sebuah komunitas. Nilai-nilai itu terdiri dari: kesatuan dalam keragaman, berbagi kuasa sebagai lawan dari menguasai orang lain, otonomi (baik pada individu maupun kolektif), komunikasi (dalam arti komunikasi horisontal, bukan dari atas ke bawah), kerjasama dan saling-membantu (perjuangan bersama), serta keberakaran pada yang lokal dan keterhubungan dengan yang global (Diephouse, 2006).

Trust atau kepercayaan terbentuk dalam kebersamaan yang anggotanya saling menghargai keunikan, daya dan martabat satu sama lain. Solidaritas memungkinkan kebersamaan seperti itu. Dengan solidaritas, seseorang memperlakukan orang lain sebagai orang yang peduli terhadapnya, sebagai tempat yang memadai untuk bertukar pikiran dan dimintai bantuan. Solidaritas menjadikan orang-orang saling percaya. Dengan demikian, dapat disimpulkan solidaritas memfasilitasi hubungan saling-percaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar